TELIKSANDI
NEWS TICKER

Heboh.! Ini Argumentasi Logis Penulis Disertasi Hubungan Seks Diluar Nikah

Senin, 2 September 2019 | 12:11 pm
Reporter:
Posted by: admin
Dibaca: 1341

OPINI, TELIKSANDI.ID – Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, Dr. Abdul Aziz memantik kehebohan di media sosial. Hal itu karena disertasinya di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga tentang seksual normalitas atau seks di luar nikah memicu kontroversial.

Uji disertasi berjudul “Milk Al-Yamin: Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital” itu digelar pada Rabu lalu, 28 Agustus 2019. Sang penulis, Abdul Aziz, adalah Dosen IAIN Surakarta.

Menindak lanjuti kehebohan ini, Fakultas Syariah IAIN Surakarta kembali mengadakan kegiatan diskusi dosen bulanan. Pada edisi keempat ini, bertindak sebagai pembicara adalah Dr. Abdul Aziz, M.Ag.

Pak Aziz, demikian beliau biasa disapa, menyajikan sebagian hasil riset disertasinya. Diskusi kali ini membahas tentang “Hubungan Seksual Non-Marital dalam Perspektif Ulama Kontemporer”.

Titik pijak penelitian ini dapat diringkas dalam statemen berikut ini, “Apa hanya karena seks di luar pernikahan seseorang layak disiksa hingga mati?” Atau, “Bukankah seks itu menyenangkan? Mengapa harus diperkarakan, jika itu terjadi atas dasar suka sama suka?”

Bagi sebagian, hal ini tampak bisa dibenarkan untuk menjadi titik pijak penelitian. Titik pijak ini berikut disertasi yang lahir kemudian, hemat kami, ingin ‘menjembatani’ apa yang menjadi dilema dalam relasi seks antara laki-laki dan perempuan. Milk al-Yamin, terminologi pada QS 23:6, menjadi pembahasan utama penelitian ini.

Di sisi lain, sebagian menolak titik pijak dimaksud karena alasan terlalu dominannya unsur patriarkat dalam penelitian ini, dengan dibahasnya terminologi milk al-yamiin, lebih-lebih analisisnya, di mana terminologi milk al-yamiin ditafsirkan ‘sedemikian rupa’ sehingga makin menguntungkan laki-laki dalam relasi seks dengan perempuan.

Meski demikian, Abdul Aziz tak mempermasalahkan apabila disertasinya itu memicu kehebohan. Menurutnya penelitian berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmartial” yang dibuatnya selama tiga tahun lebih itu bukan hal yang tabu untuk disampaikan secara ilmiah. Bahkan membuka pemikiran baru akan hukum Islam.

“Saya kira disertasi saya yang dianggap kontroversial justru sebagai respon masyarakat akan adanya kepedulian mereka dalam menyikapi masalah kriminalisasi hubungan seksual nonmarital,” ujar Aziz, Kamis 29 Agustus 2019.

Menurut Aziz, penelitian tersebut dibuatnya karena munculnya kegelisahan serta keprihatinannya akan fenomena kriminalisasi hubungan seksual nonmarital atau hubungan seksual konsensual dalam artian seks diluar nikah dengan kesepakatan. Stigmatisasi tersebut melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).

Padahal dalam hukum Islam ada celah hubungan seksual normarital atau di luar pernikahan yang tidak melanggar secara hukum Islam. Berdasarkan penelitiannya melalui konsep dan teori Milk Al Yamin Muhammad Syahrur, dia menemukan celah tersebut. Ada sekitar 15 ayat Alquran yang menyatakan demikian.

Namun yang terjadi di lapangan, banyak orang yang mengalami kriminalisasi karena melakukan hubungan seksual normalitas. Contohnya dalam kasus rajam di Aceh karena alasan zina.

Karena itulah Doktor Bidang Studi Islam itu mengusulkan pembaruan hukum Islam. Sehingga ada pengakuan hubungan seksual di luar nikah bukan sebagai kejahatan.

Pembaruan itu bisa saja dilakukan karena Hukum Islam merupakan hasil dari ijtima ulama pada zaman dulu. Hukum tersebut bisa diperbarui oleh ulama-ulama sekarang ini.

“Hukum Islam harus berkembang sesuai dengan zaman dan HAM,” katanya.

Aziz pun tak merasa disertasinya tersebut dianggap sebagai penistaan agama. Sebab penelitian itu dibuatnya dengan latar belakang keilmuan dan agama.

Untuk itu meski dia menerima kritik dari sejumlah pihak, Aziz tidak akan mengubah disertasinya. Buatnya, disertasinya tersebut membuka pemikiran baru tentang hukum Islam.

“Disertasi saya bisa dijadikan masukan untuk pembaruan hukum keluarga Islam,” imbuh pria berkacamata itu.

Milk al-yamiin, menurut pak Aziz, berada di antara posisi pasangan (zawj) dan budak (raqabah). Posisinya jelas ambigu. Untuk diterjemahkan ‘budak’ tidak pas, begitu pula kurang tepat saat diterjemahkan ‘pasangan’ karena mengandung unsur kepemilikan padanya.

Dalam uraiannya, pak Aziz merujuk Syahrur sebagai role model dalam penafsirannya. Beliau menyatakan bahwa milk al-yamiin ‘dapat disetarakan’ dengan nikah kontrak. Basis pembolehannya, selain istilah itu ada dan dinyatakan eksplisit di Alquran, adalah adanya kesepakatan di antara kedua pelakunya. (Selengkapnya, rujuk file presentasi berikut ini: Hubungan Seksual Non Marital)

Seperti terlihat dari judulnya yang kontroversial, suasana diskusi dosen kali ini lebih riuh dari biasanya, karena banyaknya masukan dan terutama sanggahan dari para hadirin, wa bil khushush para dosen yang feminis dan aktivis.

Mereka mempertanyakan metodologi yang digunakan pak Aziz, juga sosok pemikir yang dirujuknya (Muhammad Syahrur, insinyur berkebangsaan Suriah), serta hilangnya aspek aksiologis dari tafsiran atas terminologi milk al-yamiin pada disertasinya itu. 

 

Sumber: syariah.iain-surakarta.ac.id

Share this:

[addtoany]

Berita Lainnya

AWPI PERS GUARD - TELIKSANDI.ID