TELIKSANDI
NEWS TICKER

Trans7 dan Luka Kolektif Santri Nusantara: Ketika Adab Dilecehkan, Peradaban Dipertaruhkan

Selasa, 14 Oktober 2025 | 9:30 pm
Reporter:
Posted by: khusus redaksi
Dibaca: 103

Oleh: Landung Azbarkati (Cak Andong)
Ketua Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Boyolali

Tayangan Xpose Uncensored yang disiarkan oleh Trans7 dan menyoroti kehidupan santri di Pondok Pesantren Lirboyo bukanlah sekadar kekeliruan redaksional. Ia adalah potret betapa dangkalnya pemahaman sebagian insan media terhadap realitas pesantren dan nilai-nilai luhur yang tumbuh di dalamnya. Tayangan itu telah menampar wajah peradaban Islam Nusantara, merendahkan martabat kiai, serta menginjak-injak adab yang selama ini menjadi akar moral bangsa.

Mari kita katakan dengan jujur: ini bukan sekadar salah ucap, tetapi salah arah, salah niat, dan salah etika. Di balik narasi yang dikemas seolah “kritis”, tersembunyi kesombongan epistemik — keangkuhan mereka yang merasa bisa menilai dunia pesantren dengan kacamata dunia hiburan dan sensasi. Mereka menampilkan kehidupan santri seperti potret keterbelakangan, menarasikan penghormatan kepada kiai seolah bentuk penindasan, dan merendahkan kesederhanaan sebagai kemunduran.

Padahal, pesantren bukan ruang gelap yang perlu disorot lampu sinar media, tetapi taman ilmu dan adab yang sudah berakar lebih dari seabad. Dari rahim pesantren lahir para ulama, pejuang kemerdekaan, cendekiawan, dan pemimpin bangsa. Dari pesantren pula lahir nilai-nilai kesederhanaan, kesabaran, dan penghormatan terhadap guru — nilai-nilai yang justru hilang dari dunia modern yang gila citra dan popularitas.

Apa yang dilakukan Trans7 adalah bentuk pengkhianatan terhadap tanggung jawab moral media. Media mestinya menjadi pencerah, bukan provokator. Menjadi penjaga nalar publik, bukan penyebar prasangka. Jika jurnalisme kehilangan empati, maka berita berubah menjadi senjata, dan tayangan berubah menjadi penghinaan.

Kami, pelajar Nahdlatul Ulama, memahami bahwa kritik adalah bagian dari demokrasi. Tetapi, kritik tanpa adab hanyalah fitnah yang dikemas rapi. Etika jurnalistik seharusnya lahir dari kesadaran, bukan sekadar dari Kode Etik Pers. Adab adalah sesuatu yang jauh lebih tinggi dari sekadar pasal dan aturan; ia adalah cermin peradaban. Dan pesantren berdiri di atas fondasi adab itu.

Kami tidak anti kritik. Kami justru terbuka terhadap masukan dan koreksi. Namun, menistakan tradisi penghormatan santri kepada kiai dengan bahasa yang sinis dan insinuatif adalah bentuk kedunguan intelektual. Itu bukan keberanian, tapi kebodohan yang bersuara nyaring.

Kepada Trans7, kami menegaskan:
Permohonan maaf tidak cukup. Luka yang ditimbulkan bukan luka personal, melainkan luka kolektif umat. Kalian tidak hanya menyinggung satu lembaga, tetapi menodai kehormatan ribuan pesantren di seluruh Indonesia. Maka tanggung jawab moralnya pun harus setara dengan besarnya luka yang ditimbulkan.

Kami mendesak:

  1. Trans7 harus melakukan evaluasi total terhadap tim produksi dan redaksi yang terlibat dalam tayangan tersebut.

  2. Program Xpose Uncensored harus dihentikan atau direformasi secara menyeluruh agar tidak lagi menjadi alat eksploitasi atas nama “jurnalistik”.

  3. Permohonan maaf harus disampaikan secara terbuka dan resmi di seluruh jaringan Trans Media, dengan menyebut nama pesantren dan kiai yang telah dirugikan.

  4. KPI dan Dewan Pers harus turun tangan untuk memastikan bahwa pelanggaran etika ini tidak dianggap remeh dan tidak terulang kembali di masa depan.

Kami, santri, memang terbiasa dengan kesederhanaan. Kami makan dari hasil keringat sendiri, belajar dengan ikhlas, dan menghormati guru dengan sepenuh hati. Tapi jangan salah, kami juga ditempa untuk tegas membela kehormatan ketika adab kami diinjak-injak. Pesantren bukan sekadar institusi keagamaan — ia adalah benteng moral bangsa. Dan jika benteng ini diremehkan, maka yang akan runtuh bukan hanya pesantren, melainkan nilai-nilai kebangsaan itu sendiri.

Kepada semua insan media, belajar dan pahamilah pesantren sebelum kalian menilainya. Jangan jadikan dunia suci ilmu sebagai bahan komoditas rating. Jangan jadikan para kiai dan santri sebagai objek sensasi yang dijadikan tontonan. Sebab yang kalian lihat sederhana, tapi yang kalian hina adalah kehormatan.

Kami percaya, bangsa ini akan tetap kokoh selama pesantren berdiri dan santri tetap menjaga adab. Tapi ketika media yang seharusnya mencerdaskan justru memperbodoh publik dengan framing yang menyesatkan, maka sudah saatnya masyarakat bersuara: Cukup! Hentikan pelecehan terhadap pesantren!

Trans7 telah menyalakan api amarah di hati para santri. Tapi percayalah, kami tidak akan membalas dengan kebencian. Kami akan membalas dengan kebenaran, dengan kecerdasan, dan dengan adab — sesuatu yang barangkali belum sempat mereka pelajari di ruang redaksi mereka.

Share this:

[addtoany]

Berita Lainnya

AWPI PERS GUARD - TELIKSANDI.ID