OLEH : REKHA MAHENDRASWARI, SE, MSi
“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.”
(RA. Kartini, 1879-1904)
OPINI, NASIONAL – Tidak pernah ada yang mengira, bahwa perbuatan RA. Kartini yang mengajarkan membaca, menulis, memasak dan kepribadian kepada perempuan bumiputera secara sembunyi-sembunyi di serambi belakang pendopo Kabupaten Jepara, saat ini mampu menginspirasi jutaan perempuan Indonesia untuk bisa berdikari memperjuangkan hak dan kewajibannya sehingga bisa berdiri sejajar dengan laki-laki.
Karena sering membaca buku karangan Multatuli seperti Max Haveelar, dirinya merasa miris melihat kondisi perempuan bumiputera yang tidak bisa menikmati kebebasan layaknya laki-laki. Seumur hidupnya hanya dihabiskan menjadi pingitan hingga tiba waktunya untuk dinikahkan dengan laki-laki pilihan orang tua. Perempuan hanya bisa menerima takdirnya untuk menjadi pelengkap. Padahal, RA. Kartini menganggap bahwa untuk menjadi bangsa yang besar, diperlukan perempuan-perempuan tangguh untuk memberikan sumbangsih pemikirannya. Karena itu berbekal pengetahuan yang didapatkan dari E.L.S (Europese Lagere School), RA. Kartini mendirikan sekolah bagi perempuan bumiputera.
Sebagaimana yang tertulis dalam surat-surat Kartini kepada Rosa Abendanon (Istri dari J.H Abendanon, Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan Belanda yang di kemudian hari mengumpulkan surat-surat tersebut dalam buku Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang pada tahun 1911), dirinya berpendapat bahwa untuk membangun sebuah bangsa yang besar, perempuan harus memiliki kebebasan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya agar bisa menggapai cita-cita. Ide dan gagasan RA Kartini terhadap perempuan di Indonesia bersumber pada Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht (pendidikan mandiri), Zelf- vertrouwen (percaya diri) dan Zelf-werkzaamheid (motivasi diri) dan juga Solidariteit (solidaritas) dengan berdasarkan pada Religieusiteit (agama), Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan) agar rasa humanisme dan nasionalisme para perempuan semakin kuat.
Lewat sekolah yang didirikannya, RA. Kartini ingin menyalurkan hasratnya untuk bisa memotivasi kaum perempuan bahwa mereka bukan golongan yang terpinggirkan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hak dan kewajiban mereka sama seperti laki-laki agar bisa mendapatkan kesetaraan dalam hal pemikiran dan tindakan. Perempuan berhak untuk bersuara menyampaikan aspirasi golongannya untuk bisa ikut berpartisipasi menentukan nasib bangsanya.
Walaupun kemudian perjuangan RA. Kartini terhenti di tengah jalan dikarenakan meninggal pada usia yang masih sangat muda (25 tahun), tetapi perjuangannya untuk bisa merubah nasib perempuan Indonesia akan terus menjadi warisan yang berharga bagi republik ini, sehingga tak salah jika Presiden Soekarno mengeluarkan Kepres dengan no 108 tahun 1964 yang menjadikan RA. Kartini sebagai pahlawan nasional.
Menuju Kartini Milenial
Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat kaum perempuan harus beradaptasi kembali agar bisa mengikuti perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan identitas kebangsaan. Saya ingin menguraikan beberapa pemikiran untuk bisa mengintepretasikan pemikiran RA. Kartini di zaman milenial ini
Kemajuan zaman membawa dampak positif terhadap sistem pendidikan di Indonesia, jenjang pendidikan sudah bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Ini menjadi kesempatan bagi perempuan untuk bisa bersekolah setinggi-tingginya, hal ini menjadi penting agar perempuan bisa memahami posisinya dalam masyarakat. Dengan pendidikan, kaum perempuan mempunyai dasar yang kuat untuk berbaur dengan masyarakat tanpa ada perasaan minder, sebab secara psikologis masyarakat akan lebih menerima pendapat orang-orang yang berpendidikan. Setelah mempunyai dasar yang kuat, kaum perempuan bisa mempunyai modal yang cukup untuk memasuki zaman milenial
Menurut Hasanudin Ali (2017) Generasi Milenial mempunyai tiga ciri khas. Pertama, mereka adalah generasi yang memahami teknologi, terutama media sosial. Kedua, dengan pemahaman teknologi yang kuat, mereka diharapkan bisa berpikir kreatif dan Ketiga, Percaya diri mengungkapkan gagasannya.
Menurut riset yang dikeluarkan Wearesosial Hootsuite pada bulan Januari 2019, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta orang, diantaranya 130 juta merupakan pengguna aktif. Yang menarik adalah hasil riset yang dikeluarkan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indones (APJII) dan Pusat Kajian Komunikasi Universtas Indonesia (UI) terhadap 2.000 koresponden dari 42 kota di seluruh wilayah Indonesia, ternyata pengguna media sosial didominasi oleh perempuan sebanyak 51% sementara laki-laki 49%. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan lebih responsif dalam mengutarakan pendapatnya di media sosial. Disinilah pentingnya pemikiran RA. Kartini bahwa perempuan Indonesia harus berpendidikan agar bisa menghadapi kemajuan zaman. Jangan sampai gagasan-gagasan yang disampaikan oleh kaum perempuan di media sosial malah menimbulkan hoax karena perempuan hanya meneruskan informasi daripihak lain tanpa menganalisisnya terlebih dahulu. Jika hal ini dibiarkan, justru akan memakan korban dari kalangan perempuan itu sendiri, peran perempuan tangguh yang dicita-citakan oleh RA. Kartini malah akan tereduksi oleh kelakuannya sendiri hanya karena menyebarkan berita hoax.
Dan Ijinkan Aku Menjaga kebahagiaan Kartini
Sebagai seorang pengagum RA. Kartini, saya merasa potensi kaum perempuan di Indonesia sangatlah besar, karena itulah, selain pentingnya menempuh pendidikan, juga diperlukan kebijakan publik yang berpihak pada kaum perempuan milenial.
Saya sedikit tersentil dengan pernyataan Menkopolhukam Wiranto dalam seminar nasional di UIN Syarif Hidayatullah beberapa waktu lalu, saat itu dirinya mewacanakan menjerat pelaku penyebar hoax atau berita bohong dengan UU Terorisme. Mungkin hal ini diucapkan karena dirinya menilai bahwa berita hoax yang beredar di medsos sudah sangat parah.
Saya menilai memang saat ini berita hoax yang beredar di medsos sudah sangat banyak, tetapi saya tidak sepakat bahwa UU Terorisme dipakai untuk menjerat pelaku hoax. Karena bagaimanapun saya ingin menjaga potensi kaum perempuan dalam menyampaikan gagasannya di medsos. Saat ini saya meyakini bahwa kaum perempuan sebagai pengguna medsos terbanyak sudah terlatih untuk membedakan mana berita yang benar dan mana berita hoax, tetapi yang terpenting daripada itu saya ingin kaum perempuan tidak merasa ketakutan saat menggunakan medsos.
Saya mempunyai mimpi bahwa perempuan di Indonesia bisa menjadi pelopor pemberantasan hoax dengan gagasan-gagasan yang terukur dan sudah teruji kebenarannya, karena itulah selain mempunyai dasar pendidikan yang kuat, perempuan milenial harus bisa mewakilkan golongannya untuk bisa duduk dalam parlemen agar bisa menyuarakan aspirasinya. Keterwakilan 30% kuota perempuan dalam UU no 2 tahun 2008 tentang Pemilu dan Partai Politik menjadi peluang bagi kaum perempuan untuk bisa menyuarakan aspirasinya lewat parlemen, sehingga kaum perempuan bisa ikut menyusun kebijakan publik untuk kepentingan kartini milenial. Sesuatu yang saat ini saya kira paling urgent untuk melindungi gagasan-gagasan kaum perempuan milenial
RA. Kartini memang belum sempat mewujudkan seluruh cita-citanya karena Allah SWT lebih sayang kepadanya di usianya yang ke 25, tetapi jejak langkah pemikirannya akan selalu menjadi inspirasi bagi kaum perempuan di Indonesia. Seperti yang telah diucapkan RA. Kartini di awal mula tulisan saya, dirinya meninggal dengan keadaan berbahagia karena sudah membuka jalan bagi perempuan bumiputera agar bisa merdeka dan berdiri sendiri, maka sudah menjadi kewajiban kita perempuan milenial untuk melanjutkan kebahagiaannya sehingga kaum perempuan di Indonesia kan menjadi perempuan yang tangguh, berwawasan luas, berkarakter sesuai dengan kepribadian bangsa
Selain itu, sebagai salah satu generasi perempuan milenial. Jika Allah SWT menghendaki, ijinkanlah saya untuk ikut meneruskan cita-cita kebahagiaan RA. Kartini untuk memberikan sumbangsih pemikiran di parlemen sehingga saya bisa ikut menyusun kebijakan publik yang bisa berpihak kepada kaum perempuan pada umumnya dan perempuan milenial pada khususnya
Selamat Hari Kartini, sudah saatnya Perempuan Milenial berdiri tegak menuju kemandirian untuk memperjuangkan kaumnya sendiri agar bisa menjaga kebahagian Ibu Kita Kartini
Jayalah Bangsaku
Jayalah Negaraku
Jayalah RA. Kartini
Jayalah Perempuan Indonesia
Rekha Mahendraswari, SE, MSi